BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang paling penting bagi semua organisme yang ada di dunia dan tidak terkecuali juga manusia. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern dan meningkatnya jumlah penduduk di dunia ditambah lagi pengaruh perubahan iklim (climate change), telah banyak menyebabkan pencemaran di lingkungan perairan.
Air dikatakan tercemar apabila ada pengaruh atau kontaminasi zat organik maupun anorganik ke dalam air. Hubungan ini terkadang tidak seimbang karena setiap kebutuhan organisme berbeda beda, ada yang diuntungkan karena menyuburkan sehingga dapat berkembang dengan cepat sementara organisme lain terdesak. perkembangan organisme perairan secara berlebihan merupakan gangguan dan dapat dikategorikan sebagai pencemaran, yang merugikan organisme akuatik lainnya maupun manusia secara tidak langsung. Pencemaran yang berupa penyuburan organisme tertentu disebut eutrofikasi yang banyak di jumpai khususnya di perairan darat.
Pada awal abab ke-20 manusia mulai menyadari adanya gejala eutrofikasi pada badan perairan akibat pengkayaan unsur hara yang masuk ke perairan. Mengingat bahwa eutrofikasi merupakan ancaman yang serius bagi kualitas air di perairan, maka kita harus memahami prosesnya, penyebab, dan dampak dari eutrofikasi sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan mengatasi masalah ini. Walaupun eutrofikasi pada umumnya merupakan proses alami, namun pada masa kini eutrofikasi antropogenik yaitu eutrofikasi yang disebabkan oleh aktifitas manusia.
1.2 Tujuan
Pembaca dapat memahami proses, penyebab, dan dampak dari eutrofikasi sehingga dapat mencari solusi yang tepat untuk mencegah dan mengatasi masalah eutrofikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Eutrofikasi
Eutrofikasi adalah proses pengayaan nutrien dan bahan organik dalam jasad air. ini merupakan masalah yang dihadapi di seluruh dunia yang terjadi di ekosistem air tawar maupun marin. Eutrofikasi memberi kesan kepada ekologi dan pengurusan sistem akuatik yang mana selalu disebabkan masuknya nutrient berlebih terutama pada buangan pertanian dan buangan limbah rumah tangga. (Tusseau-Vuilleman, M.H. 2001).
2.2 Faktor Penyebab Eutrofikasi
Eutrofikasi dapat dikarenakan beberapa hal di antaranya karena ulah manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan. Hampir 90 % disebabkan oleh aktivitas manusia di bidang pertanian. Para petani biasanya menggunakan pestisida atau insektisida untuk memberantas hama tanaman agar tanaman tidak rusak. Akan tetapi botol – botol bekas pestisida itu dibuang secara sembarangan baik di sekitar lahan pertanian atau daerah irigasi. Hal inilah yang mengakibatkan pestisida dapat berada di tempat lain yang jauh dari area pertanian karena mengikuti aliran air hingga sampai ke sungai – sungai atau danau di sekitarnya.(Finli, 2007)
Emisi nutrien dari pertanian merupakan penyebab utama eutrofikasi di berbagai belahan dunia. Rembesan phospor selain dari areal pertanian juga datang dari peternakan, dan pemukiman atau rumah tangga. Akumulasi phospor dalam tanah terjadi saat sejumlah besar kompos dan pakan ternak digunakan secara besar-besaran untuk mengatur prosduksi ternakbhewan (sharply et al, 1994).
Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 % dari industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas menunjukkan bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas masyarakat modern menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air.
Limbah kotoran ikan dan sisa pakan ikan yang mengandung unsur hara fosfor dan nitrogen akan merangsang pertumbuhan fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan. Sebaliknya, dalam keadaan berlebihan akan memicu timbulnya blooming algae yang justru merugikan kehidupan organisme yang ada dalam badan air, termasuk ikan yang dibudidayakan di perairan danau. Penumpukan bahan nutrien ini akan menjadi ancaman kehidupan ikan di badan danau pada saat musim pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara, pemanasan sinar matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya golakan air danau. Hal ini menyebabkan arus naik dari dasar danau yang mengangkat masa air yang mengendap. Masa air yang membawa senyawa beracun dari dasar danau hingga mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang. Rendahnya oksigen di air itulah yang menyebabkan kematian ikan secara mendadak. (Anonim, 2010)
Pestisida, obat-obatan dan pakan ternak merupakan sumber elemen P yang dapat menyebabkan eutrofikasi. Pestisida dapat hilang selama penggunaan melalui penyemprotan yang tidak terarah, dan penguapan. Pestisida lepas dari tanah melalui leaching ataupun pengaliran air. Pola reaksi pelepasan pestisida seangat tergantung pada afinitas bahan kimia yang digunakan tergadap tanah dan air, jumlah dan kecepatan hilangnya pestisida dipengaruhi oleh waktu dan kecepatan curah hujan, penggunaan, jenis tanah dan sifat dari pestisidanya. Pestisida dapat mencapai badan air jikatumpahan yang terjadi selama proses pengisian pencampuran pencucian dan penggunaan, melalui aliran air, melalui pelepasan (leaching) kedalam air permukaan yang berbahaya karena dapt mencemari perairan jika tidak diperlakukan dengan hati-hati (anonym, 2004)
2.3 Penanggulangan Eutrofikasi
Penyisihan fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat menghasilkan kristal struvite (MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini dilakukan dengan aerasi kontinyu dan dapat mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 – 150 menit (Battistoni, et al., 1997). Penyisihan fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat menghasilkan kristal struvite (MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini dilakukan dengan aerasi kontinyu dan dapat mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 – 150 menit (Battistoni, et al., 1997).
Menurut Forsberg 1998, yang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control). Karena sejalan dengan populasi warga bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya fosfat ke lingkungan air dari sumber-sumber yang disebutkan di atas. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air. Bagi masyarakat dianjurkan untuk tidak berlebihan mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung aditif fosfat.
2.4 Dampak Eutrofikasi
Kematian massal ikan akibat arus balik, eutrofikasi dan blooming algae setiap tahun terjadi di perairan di Indonesia dengan kerugian yang besar. Di Danau Maninjau pada Januari 2009 saja kerugian telah mencapai Rp 150 miliar dan menyebabkan kredit macet Rp 3,6 miliar. Kerugian ini akibat kematian ikan sekitar 13.413 ton dari 6.286 petak keramba jaring apung (KJA) dan menyebabkan 3.143 tenaga.(anonim, 2010)
Konsekuansi lebih jauh dari aktivitas manusia yang melepaskan fosfat dalam limbahnya adalah: penurunan kualitas air, estetika lingkungan, dan masalah navigasi perairan dan penurunan keanekaragaman organisme air. Senyawa produk yang dihasilkan bakteri anaerob seperti H2S, amin dan komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan anyir. Selain itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain, termasuk manusia. Beberapa penyakit akut dapat disebabkan oleh racun dari kelompok fitoplankton seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Poisoning (ASP), dan Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP). Ketiga racun tersebut mampu melumpuhkan sistem kerja otot, saraf, dan jantung biota perairan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Eutrofikasi
Eutrofikasi merupakan proses alamiah dan dapat terjadi pada berbagai perairan, tetapi bila terjadi kontaminasi bahan-bahan nitrat dan fosfat akibat aktivitas manusia dan berlangsung terus menerus, maka proses eutrofikasi akan lebih meningkat. Kejadian eutrofikasi seperti ini merupakan masalah yang terbanyak ditemukan dalam danau dan waduk, terutama bila danau atau waduk tersebut berdekatan dengan daerah urban atau daerah pertanian.
Dilihat dari bahan pencemarannya eutrofikasi tergolong pencemaran kimiawi. Eutrofikasi adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan kedalam ekosistem perairan. Eutrofikasi terjadi karena adanya kandungan bahan kimia yaitu fosfat (PO3-). Suatu perairan disebut eutrofikasi jika konsentrasi total fosfat ke dalam air berada pada kisaran 35-100µg/L. Eutrofikasi banyak terjadi di perairan darat (danau, sungai, waduk, dll). Sebenarnya proses terjadinya Eutrofikasi membutuhkan waktu yang sangat lama (ribuan tahun), namun akibat perkembangan ilmu teknologi yang menyokong medernisasi dan tidak diiringi dengan kearifan lingkungan maka hanya dalam hitungan puluhan atau beberapa tahun saja sudah dapat terjadi Eutrofikasi.
3.2 Penyebab Eutrofikasi
Beberapa detergen mengandung phospat, oleh karana itu deterjen juga merupakan sumber pnyebab eutrofikasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Walaupun banyak undang-undang dan peratauran yang membatasi atau melarang penggunaan detergen yang mengandung phospat, namun sampai saat ini belum berdampak pada eliminasi masalah eutrofikasi.
selain P (fosfor) senyawa lain yang harus di perhatiakan adalah nitrogen. Distribusi penggunaan pupuk nitrogen terus meningkat dar tahun ke tahun. Komponen nitrogen sangat mudah larut dan mudah berpindah di dalam tanah, sedangkan tanaman kurang mampu menyerap semua pupuk nitrogen. Sebagai akibatnya, rembesan nitrogen yang verasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, rembesan nitrogen yang berasal dari pupuk yang masuk kedalam tanah semakin meluas, tidak terbatas pada area sandy soil. Sejumlah kelebihan nitrogen akan berakhir di air tanah. Konsentrasi nitrogen dalam bentuk nitrat secara bertahap meningkat di beberapa mata air di areal pertanian, yang akan menyebabkan terganggunya kesehatan manusia yang mengkonsumsi air tersebut sebagai air minum.
Dalam tanah, pupuk N akan dengan cepat melepas amonium dan nitrat. Nitrat sangat mudah larut (kelarutannya tinggi) sehingga mudah hilang melalui pelepasan. Hampir 30% N hilang melalui leaching (pencucian). Nitrat masuk kedalam air permuakaan melalui aliran air dibawah permukaan atau drainase dan masuk kedalam air tanah melalui penapisan lapisan tanah sebelah bwah. Pada umumnya konsentrasi N di perairan. Pada umumnya konsentrasi N di perairan meningkat (tinggi) pada saat pemupukan, terutama setelah hujan. Nitrogen dapat pula hilang sebagai amonia dari penggunaan sumber-sumber nutrien organik seperti pupuk, pupuk cair (slury). Adanya amonia di perairan dapat menjadi indikasi terjadinya kontaminasi oleh pemupukan yang berasal dari material organik. N tinggi juga berasal dari peternakan terbuka. Dari laporan penelitian di UK ditunjukkan bahwa area peternakan menghasilkan limbah N lebih dari 600 kg/ha/hari dan yang hilang/lepas ketanah dapat mencapai 200 kg/ha.
3.3 Dampak Eutrofikasi di Perairan
Efek dari eutrofikasi moderat pada perairan yang miskin nutrien tidak bersifat negatif. Peningkatan pertumbuhan alga dan berbagai vegetasi dapat menguntungkan bagi kehidupan fauna akuatik. Salah satu contoh adalah produksi ikan meningkat. Jika eutrofikasi terus berlanjut, pertumbuhan plankton menjadi sangat lebat, sehingga menutupi perairan. Proses ini akan mengakibatkan gelap di bawah permukaan air, dan kondisi ini berbahaya bagi vegetasi bentik. Problem yang serius akibat eutrofikasi ditimbulkan oleh petumbuhan alga sel tunggal secara hebat, proses dekomposisi dari sel yang mati akan mengurangi oksigen terlarut. Tanaman akuatik (termasuk alga) akan mempengaruhi konsentrasi O2 dan pH perairan disekitarnya. Pertumbuhan alga yang pesat, akan menyebabkan fluktuasi pH dan oksigen terlarut menjadi besar pula. Hal ini akan menyebabkan terganggunya proses metabolik dalam organisme, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Di perairan yang sangat kaya akan nutrien, produksi plankton dapat menjadi sangat berlebihan. Spesies plankton tertentu muncul secara berkala dalam kuantitas yang sangat besar, yang sering dikenal sebagai “algal bloom”. Beberapa alga tertentu dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak sedap di perairan, dan mengakibatkan konsekuensi yang sama jika perairan menerima material organik dari sumber-sumber pencemar, yaitu sejumlah besar oksigen dalam air terkonsumsi ketika sejumlah besar plankton yang mati berpindah ke dasar perairan dan terdegradasi. Defisiensi oksigen dapat mengurangi kehiupan bentik dan ikan. Jika perairan bentik menjadi de-oksigenasi, hidrogen sulfid (H2S) akan meracuni semua bentuk kehidupan di perairan. Akhirnya eutrofikasi berat dapat menimbulkan pengurangan sejumlah spesies tanama dan hewan di perairan.
Secara singkat dampak eutrofiaksi di perairan dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan invertebrata. Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas di habitat akuatik dan spesies lain dalam rantai makanan.
2. Konsentrasi oksigen terlarut turun sehingga beberapa spesies ikan dan kerang tidak toleran untuk hidup.
3. Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam margasatwa.
4. Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang ajan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi masyarakat dan merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan antara pengkayaan nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di perairan pantai/laut meningkat
5. Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata dan industri pariwisata.
3.4 Penanggulangan dan Pencegahan Eutrofikasi
Dalam banyak hal, cara yang paling efektif untuk menangani eutrofikasi yang disebabkan oleh kelebihan phospat adalah dengan memakai pendekatan yang terintegrasi untuk mengatur dan mengontrol semua masukan nutrien, sehingga konsentrasi nutrien dapat direduksi menjadi cukup rendah sehingga tidak menyebabkan alga bloom. Pendekatan yang sama akan bermanfaat juga untuk mengatasi masalah eutrofikasi yang disebabkan oleh nitrogen. Oleh karena itu kontrol tersebut harus juga mengurangi kehilangan P dan N, dengan demikian dari sudut ekologi juga akan mendatangkan keuntungan. Jika meningkatnya jumlah P yang lepas/hilang berhubungan erat dengan erosi dn hilangnya sedimen secara besar-besaran, maka dengan kontrol erosi diharapkan dapat dicapai peningkatan kualitas melalui pengurangan dampak negatif sedimen di sistem akuatik.
Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan melakukan perombakan phospat pada buangan kotoran, pengontrolan phospat yang tersifusi dari pertanian, perombakan phospat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan kotoran. Cara yang sukses untukk mengontrol P akan membawa keuntungan bagi lingkungan. Salah satu cara yang paling efisien untuk mengurangi dan mengontrol konsentrasi P di perairan adalah dengan membatasi atau mengurangi beban nutrien dari sumber utama dan meningkatkan teknologi perombakan nutrien dari buangan kotoran (sewage). Jika pertanian adalah P yang signifikan, maka pengurangan buangan P dipandang dari sudut kepraktisannya dan biayanya tidak efisien dari tanah pertanian dan sangat rulit untuk menentukan faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang berpengaruh bervariasi dari sistem pertaniannya, tipe tanah dan kondisi wilayahnya. Namun kehilangan P pada hakekatnya dapat dikembalikan ke sistem pertanian, sedangkan yang lainnya dapat dikontrol oleh petani sendiri misalnya dengan menyebar pupuk tiak pada musim hujan.
Untuk mencegah dan mengeliminasi aliran nitrogen sangat sulit. Sejumlah artificial wetland dapat dibuat sepanjang aliran air dan sungai di areal pertanian untuk menangkap kandungan nitrogen dalam air yang akan mengalir ke laut. Selain itu upaya lain yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sistem pengolahan limbah domestik. Pada saat ini, pengolahan limbah domestik di pesisir pantai dan kota besar harus melibatkan proses pengurangan nitrogen secara biologi, karena perlakuan secara kimiawi hanya mengurangi sejumlah kecil kandungan nitrogen dalam limbah cair. Pada hakekatnya mengaurangi konsentrasi nutrien pada sumbernya meruapak upaya yang sangat penting karena mengurangi input nutrien ke dalam lautan seperti yang kita harapkan sangat sulit untuk dicapai.
Sebagian besar P terlarut dengan segera dipakai oleh kegiatan biologis. P sedimen tidak segera tersedia tetapi menjadi sumber P untuk jangka waktu yang lama bagi biota aquatik (Ekholm 1994). Untuk mereduksi lepasnya P dari areal pertanian kedalam air, langkah yang harus dilakukan adalah meningkatkan efisiensi penggunaan P dengan cara menyeimbangkan masukan P (P input) dalam pakan dan pupuk deagn luaran P (P output) dalam produksi tanaman dan hewan dan mengatur level P dalam tanah. Untuk mereduksi lepasan P dalam aliran pertanian dapat dilakukan dengan cara mengontrol sumber dan transportasinya. Lepasan P dari tanah pertanian yang terbawa melalui aliran air permukaan dan erosi mungkin lebih mudah untuk direduksi dan pada umumnya telah berhasil dilakukan, namun demikian perhatian masih sangat kurang terhadap pengaturan sumber P di tanah. Seperti kita ketahui bahwa sumber P tanah terutama berasal dari pemupukan (pupuk kimia, organik, kompos, pupuk kandang) maka pengaturan sistem pertanian yang ramah lingkuanga harus segera dikembangkan. Untuk mengatur pengurangan dampak P terhadap lingkungan, setidaknya ada dua faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu sumber Pdan transportasinya. Timbulnya dampak P terhadap lingkungan tentunya karena ada sumber P (tanah dengan konsentrasi P tinggi, penggunaan kompos, pupuk kandang dan pupuk kimia) dan ada transportasi atau perpindahan P ke lokasi yang rawan (rawan terhadap leaching, pengaliran, erosi). Masalah akan muncul jika ada interaksi dari kedua faktor tersebut. Sumber yang tinggi dengan kecilnya kemungkinan untuk perpindahan, mungkin tidak akan berpengaruh bagi lingkungan. Demikian juga sebaliknya jika kemungkinan terjadinya perpindahan tinggi namun sumbernya kecil maka juga tidak akan berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu pengaturan harus difokuskan pada area dimana kedua kondisi tersebut bertemu. Area tersebut dikenal sebagai “critical source area”. Penentuan titik titik rawan tersebut menjadi sangat penting dan harus segera dilakukan di kawasan Bopunjur sehingga eutrofikasi dapat dicegah. Langkah lain yang juga sangat penting untuk mencegah terjadinya kurasakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah kerusakan lingkungan perairan pada umumnya, khususnya eutrofikasi adalah dengan mengurangi konsentrasi pencemar dalam limbah cair industri, dan limbah domestik sampai ke tingkatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sebelum limbah tersebut memasuki perairan umum. Untuk itu maka teknologi pengolahan limbah yang efisien, dan secara ekonomi dan ekologi menguntungkan sangat dibutuhkan.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari tinjauan pustaka dan penjelasan di bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
Ø fosfor dan nitrogen merupakan elemen kunci di dalam proses eutrofikasi, di antara nutrient utama yang terkandung dalam suatu perairan.
Ø Eutrofikasi dapat menyebabkan Terjadinya “alga bloom” dan terproduksinya senyawa toksik yang akan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi manusia dan merusak industri perikanan.
Ø Perlakuan-perlakuan yang cukup signifikan untuk mengontrol eutrofikasi adalah dengan melakukan perombakan phospat pada buangan kotoran, pengontrolan phospat yang tersifusi dari pertanian, perombakan phospat dari deterjen, pengalihan tempat pembuangan kotoran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar